
IDENTIFICATION OF WATER POLLUTION OF SEPANG BAY STEAM POWER PLANT (IDENTIFIKASI PENCEMARAN PERAIRAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP TELUK SEPANG)
oleh : Harwindah (E2A021004), Mahasiswi S2 Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Universitas Bengkulu.
Abstract
The establishment and trials of the Teluk Sepang Steam Power Plant (PLTU) have attracted the attention of the people of Kampung Melayu District, Teluk Sepang Village, Bengkulu City and environmentalists in Bengkulu. This is because since the operation of the PLTU Teluk Sepang, 28 hawksbill turtles have died near the waters of the PLTU. They rejected the establishment of the Sepang Bay PLTU because the disposal of the PLTU’s waste caused pollution to the surrounding waters. Based on this background, this study aims to identify what pollution will arise if the PLTU Teluk Sepang has obtained an operating permit and what kind of environmental impacts will arise for the community and the environment around the PLTU Teluk Sepang. This study uses a descriptive approach with qualitative methods. The results of the study illustrate that the pollution that will occur as a result of the operation of the Sepang Bay PLTU is air, water and soil pollution caused by liquid, gas and solid waste in the form of Fly Ash, Bottom Ash, CO2, SO2 and NO2 gases, water from the Water Treatment Process and cooling water as well as oil and lubricants from PLTU operations. The environmental impact caused is the occurrence of acid rain; global warming due to the greenhouse effect; decrease in soil fertility; and an increase in the temperature of the waters around the Sepang Bay PLTU.
Abstrak
Pendirian dan uji coba Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) Teluk Sepang telah menarik perhatian masyarakat Kecamatan Kampung Melayu, Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu dan pemerhati lingkungan di Bengkulu. Pasalnya, sejak beroperasinya PLTU Teluk Sepang, 28 ekor penyu sisik telah mati di dekat perairan PLTU tersebut. Mereka menolak pendirian PLTU Teluk Sepang dikarenakan pembuangan limbah PLTU menyebabkan pencemaran perairan disekitarnya. Berdasarkan latarbelakang tersebut, maka kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pencemaran apa saja yang akan timbul jika PLTU Teluk Sepang sudah mendapatkan izin operasi serta dampak lingkungan seperti apa yang akan timbul bagi masyarakat dan lingkungansekitar PLTU Teluk Sepang. Kajian ini menggunakan pendekatan deskriftif dengan metode kualitatif. Hasil kajian menggambarkan bahwa pencemaran yang akan terjadi akibat beroperasinya PLTU Teluk Sepang adalah pencemaran udara, air dan tanah yang ditimbulkan oleh limbah cair, gas dan padat berupa diantaranya Fly Ash, Bottom Ash, Gas CO2, SO2 dan NO2, air dari Water Treatment Process dan air pendingin serta minyak dan pelumas dari operasional PLTU. Dampak lingkungan yang ditimbulkan adalah dapat terjadinya hujan asam; pemanasan global akibat efek rumah kaca; penurunan kesuburn tanah; dan peningkatan suhu perairan sekitar PLTU Teluk Sepang.
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara keempat di dunia sebagai penghasil batubara terbesar. Tahun 2019 Indonesia memproduksi sebanyak 616 juta ton batubara. Meningkat 12% dibandingkan tahun 2018. Tahun 2020, dampak dari pandemi Covid-19 turut memengaruhi jumlah produksi batubara Indonesia. Produksi batubara menjadi 563 juta ton atau turun sebanyak 8,6% dari tahun 2019. Hal ini disebabkan menurunnya permintaan batubara di pasaran, baik permintaan lokal maupun negara lain karena Indonesia juga merupakan ekksportir batubara di dunia bersaing dengan Tiongkok dan India (Pitoko, 2021).
Batubara merupakan komoditas energi yang saat ini menjadi pilihan menarik bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia dalam pemnuhan kebutuhan enerrgi masyarakat dunia . Batubara terdiri dari zat kimia organik. Kandungan zat kimia batubara adalah karbon (C), oksigen (O) dan hidrogen (H). Semua unsur zat kimia tersebut tersusun dalam sebuah rantai karbon yang panjang (Irwandy, 2014). Batubara merupakan batuan sedimen yang berasal dari pengendapan sisa tumbuhan yang mengalami proses kimia dan fisika selama jutaan tahun yang terbentuk secara alamiah (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009).
Hampir 70% produksi batubara Indonesia dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik oleh perusahaan Perusahaan Listrik Negara. Indonesia pada tahun 2020 telah memiliki 127 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Jumlah tersebut merupakan jumlah pembangkit listrik ketiga terbanyak setelah Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Biaya bahan bakar yang rendah dan persediaan bahan yang tinggi menjadikan PLTU sebagai alternatif pembangkit listrik yang semakin diminati. Salah satunya Bengkulu.
Saat ini, Bengkulu telah memiliki 69 unit PLTD dan 2 unit PLTA. Tahun 2016 PT. Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) mulai mendirikan PLTU yang berlokasi di Teluk Sepang. Pembangkit Listrik Tenaga Uap tersebut memiliki kekuatan 2 x 100 Megawatt. Tahun 2019 telah dilakukan ujicoba PLTU. Sampai saat ini, Pemerintah Provinsi Bengkulu belum mengeluarkan Surat Izin Operasional untuk PLTU Teluk Sepang. Hal ini terkendala oleh Sertifikat Layak Operasi yang belum dimiliki oleh PT. TLB.
Beberapa persoalan muncul terkait izin operasional PLTU Teluk Sepang. Salah satunya adalah kegiatan masyarakat sekitar dan aktivis lingkungan hidup yangmendirikan Posko Langit Biru sebagai upaya penolakan atas pendirian PLTU tersebut. Kesadaran mereka akan bahaya kerusakan lingkungan, pencemaran udara dan rusaknya kawasan tangkapan ikan para nelayantelah melatarbelakangi penolakan tersebut. Sejak berdirinya PLTU Teluk Sepang, tercatat sebanyak 28 ekor penyu sisik telah mati, kini nelayanpun semakin jauh melaut untuk mendapatkan ikan jika dulu hanya di bibir pantai saja sudah dapat menghasilkan ikan yang banyak. Kedua hal tersebut merupakan keresahkan masyarakat akibat pencemaran air hasil pendinginan PLTU yang dibuang kembali ke laut.
Umumnya, pendirian PLTU di Indonesia selalu mendapatkan penolakan keras dari masyarakat sekitar. Konflik yang terjadi antara warga masyarakat dengan perusahaan memang cenderung selalu berkaitan dengan dampak buruk yang ditimbulkan oleh perusahaan (Triyanto, 2018:197). Penelitian dan kajian mengenai limbah cemaran PLTU di Indonesia telah banyak dilakukan. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Alifiah (2020) terhadap PLTU Batang, Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitiannya, Pembangunan PLTU Batang dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang mana efektifitas dan tingkatan pendapatan mereka cukup meningkat secara signifikan tetapi dengan adanya pembangunan PLTU tersebut dapat menyebabkan dampak buruk dalam aspek lingkungan, terjadinya polusi udara akibat dari penggunaan batubara yang digunakan sebagai bahan bakar utama. Selain itu limbah dreadging menjadi permasalahan utama bagi para nelayan yang berdampak pada hasil mata pencaharian nelayan sehari-hari yang semakin berkurang akibat dari pembangunan PLTU Batang.Kemudian Baskoro (2013) juga telah melakukan penelitian mengenai PLTU Batubara: Antara Solusi Krisis Listrik dengan Isu Pencemaran Lingkungan pada studi kasus PT. PLN Unit Pembangkit Jawa Bali. Penelitiannya menyatakan bahwa PLTU batubara memiliki dampak lingkungan yang serius, diantaranya sebagai sumber emisi polutan sulfur dioksida dan nitrogen oksida yang dapat mengakibatkan pencemaran udara dan menimbulkan hujan asam. PLTU juga menghasilkan merkuri yang dilepas kelaut bebas.
Kajian terhadap dampak kerusakan lingkungan dan pencemaran udara sangat diperlukan mengingat keberlangsungan hidup, kesehatan dan mata pencaharian masyarakat sangat bergantung pada kondisi lingkungan yang seimbang. Oleh karena itu, tujuan dari kajian ini adalah mengidentifikasi jenis-jenis pencemaran dan dampak kerusakan lingkungan yang akan terjadi jika PLTU Teluk Sepang mulai beroperasi.
Prinsip Kerja PLTU Batubara
Secara sederhana prinsip kerja sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara adalah batubara yang telah dihaluskan disulut dan dibakar dalam sebuah ruang bakar untuk mendidihkan air dalam ketel uap. Uap bertekanan ini kemudian dialirkan menuju turbin yang akan merubah energi thermokimia ini menjadi energi kinetik rotasi. Turbin uap ini terhubung dengan generator listrik sehingga saat turbin berputar generator akan bekerja dan menghasilkan energi listrik (Kumara, 2009).

Gambar 1. Siklus fluida kerja sederhana pada PLTU (Sumber: Rakhman, 2013)
Uap yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara ini dapat menimbulkan dampak negatif pencemaran. Uap tersebut akan dibuang ke udara dalam bentuk asap. Asap hasil buangan dapat berwarna putih keabu-abuan, coklat hingga hitam.
Jenis Cemaran PLTU
Pemenuhan pasokan dan pemerataan listrik di Provinsi Bengkulu inilai masih kurang disebabkan permintaan yang terus meningkat. Salah satu jalan keluar yang dilihat oleh PT TLB yang memiliki prospek besar adalah dengan mendirikan PLTU yang berkekuatan 2 x 100 megawatt yang berlokasi di Teluk Sepang, Kota Bengkulu. Namun dalam pendirian dan pengoperasiannya PT. TLB dihadapkan dengan isu pencemaran dan kerusakan lingkungan. Tidak hanya di Bengkulu, hampir di seluruh Indonesiapun pendirian PLTU selalu menjadi momok bagi masyarakat sekitar dan pemerhati lingkungan.
Pencemaran yang dihasilkan oleh PLTU disebabkan oleh limbah yang ditimbulkan. Berikut jenis-jenis limbah yang dapat dihasilkan dari beroperasinya PLTU Teluk Sepang:
A. Limbah Gas
- Gas Cox, NOx dan SO2
Pemakaian energi di Indonesia untuk pembangkit listrik masih sangat bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan gas. Dari pembakaran bahan bakar fosil tersebut dihasilkan gas CO2, NOx dan SO2 yang dapat menimbulkan pencemaran udara (Finahari, 2007).
2. Unsur Radioaktif
Sedangkan polutan radloaktif terjadi karena batubara mengandung unsur radioaktif alam yang terjebak dalam batubara, dimana pada saat batubara dibakar terjadi pengurilan yang menyebabkan unsur radioaktif alam tersebut ikut keluar bersama-sama dengan gas emisi lainnya ataupun terikut dalam abu hasil pembakaran. Unsur radioaktif alam dari batubara terdiri dari kalium, uranium, thorium, dan juga hasil peluruhannya seperti radium, radon, polonium, bismuth dan timbal.
B. Limbah Cair
Air buangan regenerasi WTP, boiler blowdown, airheater blowdown, desalination blowdown, domestic waste water, hydrogen plant, sistem air pendingin PLTU, minyak dan pelumas merupakan limbah berbentuk cair yang dibuang ke laut atau sungai (Sahlan, 2013). Pada industri pembangkit listrik tenaga termal, air dipompa dari sumber (laut) kemudian dilewatkan pada bagian-bagian yang membutuhkan pendinginan (kondensor), untuk selanjutnya dibuang. Oleh karena itu, pada saluran pembuangan industri pembangkit tersebut terlihat air mengalir dalam volume yang cukup besar.
Air dari industri pembangkit membawa sejumlah padatan dan partikel, baik yang larut maupun yang mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan ada yang halus. Seringkali air buangan industri pembangkit berwarna keruh dan bersuhu tinggi. Air limbah yang telah tercemar mempunyai ciri yang dapat diidentifikasikan secara visual dari kekeruhan, warna, rasa, bau yang ditimbulkan dan indikasi lainnya. Sedangkan identifikasi secara laboratorium ditandai dengan perubahan sifat kimia air. Mungkin air telah mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam konsentrasi yang melampaui batas yang dianjurkan.
C. Limbah Padat
- Bottom Ash
Bottom Ash adalah abu yang terbentuk dari proses pembakaran di dalam furnace yang berupa padatan yang tidak terbawa oleh flue gas. Dalam sistem CFB, botoom ash adalah campuran antara abu batubara, pasir kuarsa dan pecahan-pecahan dinding furnace yang terkikis selama proses pembakaran berlangsung (Winarno, 2019)
Abu yang dihasilkan memiliki jumlah yang banyak dan semakin bertambah. Ruangan yang luas sangat diperlukan untuk menampung abu tersebut. Biasanya abu tersebut telah banyak dimanfaatkan kembali agar tidak menjadi masalah limbah yang menumpuk di kawasan PLTU.
2. Fly Ash
Menurut Munir, (2008:12) fly ash adalah abu batubara yang sangat halus yang berasal dari aktifitas pembakaran batubara didalam furnace dari suatu boiler pembangkit. Fly Ash banyak mengandung mineral yang mengandung mineral anorganik seperti SiO2, Al2O3, P2O5 dan Fe2O3 yang dapat mencemari lingkungan, seperti pencemaran udara dan pencemaran tanah. Fly Ash keluar bersama dengan asap pembakaran dan melayang-layang di udara.
Abu ini juga dapat menjadi bahan pencemar tanah. Fly Ash terbang bersama dengan asap yang keluar dari cerobong kemudian melayang di udara hingga terjatuh ke tanah dan diserap tanah karena ukuran partikelnya yang sangat kecil.
Dampak Lingkungan
Limbah yang dihasilkan oleh proses operasional PLTU Teluk Sepang memberikan dampak luar biasa bagi lingkungan sekitarnya. Hal inilah yang membuat resah masyarakat sekitar dan pemerhati lingkungan hidup. Dampak lingkungan yang negatif dapat mengganggu kesehatan, perekonomian dan keberlangsungan hidup makhluk hidup lainnya. Berdasarkan uraian jenis limbah di atas, maka kita akan membahas dampak lingkungan terhadap udara, air dan tanah. Berikut level emisi batubara jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya.
Tabel 1. Level Emisi Bahan Bakar Fosil (Gram per milyar BTU dari energi masuk)
Polutan | Gas Alam | Minyak Bumi | Batubara |
Carbon Dioksida | 117,000 | 164,000 | 208,000 |
Carbon Monoksida | 40 | 33 | 208 |
Nitrogen Oksida | 92 | 448 | 457 |
Sulfur dioksida | 1 | 1,122 | 2,591 |
Partikel | 7 | 84 | 2,744 |
Mercuri | 0,000 | 0,007 | 0,016 |
Sumber : EIA, Department of Energy United State of America
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa emisi dari batubara paling besar dbandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, yaitu minyak bumi dan gas alam. Namum karena biaya batubara, produksi dan operasional PLTU lebih murah dan kesediaan batubara masih melimpah dibandingkan dengan minyak bumi dan gas alam, maka PLTU masih menjadi jalan keluar bagi pemenuhan persediaan pasokan listrik nasional.
Kenaikan jumlah gas CO2 di udara akibat pembakaran bahan bakar fosil akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global, dan akhirnya dapat memengaruhi perubahan iklim serta rusaknya ekosistem di bumi (Finahari, 2007). Karbon dioksida merupakan kontributor terbesar dalam meningkatkan efek rumah kaca. Sehingga suhu bumi akan meningkat dan mengakibatkan pencairan es di kutub yang menjadikan tinggi permukaan air meningkat. Berdampak banjir di seluruh dunia. Melelehnya gletseer dan mahluk hidup yang tidak tahan terhadap panas akan mati. Hal ini akan mennggangu keseimbangan ekosistem yang ada.
Sulfur dioksida dan nitrogen oksida akan mengakibatkan hujan asam. Jika hujan asam terjadi, maka dapat merusak properti terutama yang terbuat dari besi. Hujan asam dapat menyebabkan percepatan karat pada besi. Rumah masyarakat yang terbuat dari besi dapat terjadi pelapukan lebih cepat.


Gambar 2. Pencemaran yang dihasilkan PLTU Ketapang dan Paiton
Kedua cemaran di atas dapat saja terjadi di PLTU Teluk Sepang saat mulai beroperasi. Jika pencemaran tersebut terjadi maka dampak bagi lingkungan akan sangat besar. Perairan yang terkontaminasi limbah cair akan mengganggu ekosistem akuatik. Air pendingin yang dibuang ke laut akan menaikan suhu laut. Sebagai contoh adalah kasus penyu sisik yang mati sepanjang berdirinya PLTU Teluk Sepang yaitu sebanyak 28 ekor. Walau penyebab pasti kematian penyu-penyu tersebut belum dapat dipastikan, namun besar dugaan pemerhati lingkungan adalah dampak dari beroperasinya PLTU yang limbahnya mencemari perairan. Nelayan pun akan terkena dampak jikaperaoran tercemar limbah. Ikan-ikan sekitar PLTU mati, nelayan yang biasa melangkap ikan di bibir laut harus berlayar lebih jauh untuk mendapatkan ikan.“Umumnya PLTU dibangun di tepipantaikarenatanah yang relatifmurahdandekat air laut yang dipakaisebagaipendingin. Olehkarenaitudampak yang diakibatkan oleh limbah PLTU ini akan menimpa ekosistem laut dangkal seperti estuaria, mangrove, terumbu karang dan padang lamun maupun berbagai biota yang hidup di dalamnya” (Hutomo, 1992).
Fly ash dan partikel-partikel yang terbang bersama keluarnya asap hasil pembakaran selain dapat mengganggu kesehatan pernapasan masyarakat juga dapat mencemari tanah. Abu terbang tersebut lama kelamaan akan turun dan jatuh ke tanah. Tanah kemudian menyerap. Abu terbang ini salah satu komposisinya adalah unsur-unsur Si, Al, Fe, Ca, Mg, S, Na (Munawaroh at al, 2019). Unsur-unsur tersebut jika terserap ke tanah dalam konsentrasi yang tinggi maka akan menggganggu kesuburan tanah. Hal ini merugikan masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai petani atau pekebun.
Ketentuan yang disebutkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 ayat (1) nyamenyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehatsebagai bagian dari hak asasi manusia”. Ketentuan dalam pasal ini memberikan kejelasan bahwa komponen lingkungan hidup merupakan hak asasi manusiayang menunjang hak hidup dari manusia itu sendiri. Sebagai bagian dari hakhidup manusia, maka hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat itu menjaditidak dapat diganggu gugat ataupun menguranginya dalam kondisi apapun.
Melihat dampak yang dapat ditimbulkan dari beroperasinya PLTU Teluk Sepang maka sangat perlu komitmen Perusahaan untuk melestarikan lingkungan dengan cara meminimalisirkan limbah yang dibuang ke lingkungan dan memastikan limbah yang dibuang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti limbah cair yang harus sesuai dengan baku mutu air agar aman bagi biota laut jika dibuang ke laut lepas atau sungai. Begitu juga dengan limbah lainnya. Fly ash dan Bottom ash dapat dimanfaatkan kembali untuk industri paving blok, semen atau absorben pewarna kain. Untuk asap dapat terlebih dahulu dilakukan proses filtrasi agar zat kimia yang berbahaya dapat ditangkap oleh absorben dan asap yang keluar memiliki kandungan zat kimia berbahaya yang minim.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu jenis pencemaran yang dihasilkan oleh PLTU Teluk Sepang dapat berupa pencemaran air, udara dan tanah yang ditimbulkan oleh limbah cair, padat dan gas yang dihasilkan dari proses operasional PLTU yang menggunakan batubara sebagaibahan bakarnya diantaranya Fly Ash, Bottom Ash, Gas CO2, SO2 dan NO2, air dari Water Treatment Process dan air pendingin serta minyak dan pelumas dari operasional PLTU. Adapun dampak lingkungan yang dapat terjadi adalah matinya biota laut akibat peningkatan suhu perairan di sekitar PLTU Teluk Sepang; terjadinya hujan asam yang dapat mengakibatkan percepatan proses karat dan pelapukan besi pada alat-alat rumah tangga maupun properti masyarakat dan fasilitas umum; pemanasan global akiat efek rumah kaca; dan abu terbang dan partikel yang dapat menurunkan kesuburan tanah masyarakat sehingga menyebabkan jumlah panen petani menurun yang dibarengi dengan menurunnya juga pendapatan petani.
Daftar Pustaka
Arif, Irwandy. 2014. Batubara Indonesia. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Baskoro, G. H. 2013.PLTU Batubara: Antara Solusi Krisis Listrik dengan Isu Pencemaran Lingkungan Studi kasus pada PT PLN (Persero) Unit Pembangkitan Jawa Bali. Paper Pengantar Mata Kuliah Magister Manajemen. Uuniversitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
DOE US, Natural Gas .1998. Issues and Trends. Department of Energy United State of America.
Finahari, I.N, Djati, S. & Heni, S. 2007. Gas Co2 Dan Polutan Radioaktif Dari Pltu Batubara. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 9 (1): 1-8.
Hutomo, M. & Arinardi, O.H. 1992. Dampak Pembangkit Tenaga Listrik( Terutama Limbah Termal ) Terhadap Ekosistem Akuatik. Oseana. 17(4): 135-158
Kumara, N.S. 2009. TelaahTerhadap Program Percepatan Pembangunan ListrikMelalui Pembangunan Pltu Batubara 10.000 Mw. Teknologi Elektro.8 (1): 63-68.
Munawaroh, N. Siti, S. & Achmad, A.F . 2019. Sistem Pengolahan Air dan Pengendalian Limbah di PLTU Tanjung Jati-B Desa Tubanan Kembang Jepara. Jurnal Bakti Saintek: Jurnal Pengabdian Masyarakat Bidang Sains dan Teknologi 3(2): 73-76.
Munir, Misbachul .2008 .Pemanfaatan Abu Batubara (fly Ash) untuk Hollow Block yang Bermutu dan Aman bagi Lingkungan. Semarang :UniversitasDiponegoro.
Pitoko, R. A. 2021, https://www.idntimes.com/business/economy/ridwan-aji-pitoko-1/5-negara-penghasil-batu-bara-terbesar-di-dunia/5. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2021.
Pramanik, R.A., Purnomo, E.P. and Kasiwi, A.N., 2020. Dampak perizinan pembangunan pltu batang bagi kemajuan perekonomian masyarakat serta pada kerusakan lingkungan. Kinerja. 17(2): 248–256.
Rakhman, A. 2013.https://rakhman.net/power-plants-id/fungsi-dan-prinsip-kerja-pltu/. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2021.
Sabubu, T.A.W. 2020. Pengaturan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara Di Indonesia Prespektif HakAtas Lingkungan Yang Baik Dan Sehat. Lex Renaissance. 5 (1): 72-90.
Sahlan & Razak, A. 2013. Sistem Pengolahan Air Limbah Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) : Studi Kasus PLTU Muara Karang. Jurnal Power Plant. : 61-78.
Triyanto, T. 2018. Dampak Ekonomi Dan Sosial Budaya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Terhadap Masyarakat Di Gampong Suak Puntong Kabupaten Nagan Raya .Jurnal Community. 3(2): 196–216.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubaru. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4.
Winarno, H., Muhammad, D, dkk.2019. Pemanfaatan Limbah Fly Ash Dan Bottom Ash Dari Pltu Sumsel-5 Sebagai Bahan Utama Pembuatan Paving Block. Jurnal Teknika. 11(1) : 1067-1070.